Selasa, 27 Oktober 2009

Leadership

Teori X dan Teori Y dari Douglas Mc Gregor

Prof. Douglas Mc Gregor menyatakan bahwa jenis organisasi birokrasi yang dirumuskan oleh para teoritis klasik mencerminkan pandangan yang sangat naif terhadap manusia, yang ia beri nama teori X. Sehubungan dengan adanya orang yang memilki sifat buruk ditumbuhkan teori X dan sehubungan dengan adanya orang yang memilki sifat baik ditumbuhkan/ diciptakan teori Y.

Kemudian Mc Gregor mengusulkan suatu pandangan yang sama sekali berbeda mengenai sifat manusia, yang ia namakan Teori Y. Teori ini beranggapan bahwa bekerja merupakan kegiatan yang alami atau rekreasi.

Teori X dan Y yang dikemukakan oleh Mc Gregor sering disebut teori kepemimpinan mekanisme dan teori kepemimpinan humanistis. Berdasarkan teori tersebut ada dua macam asumsi pendekatan terhadap manusia.

Secara garis besar kedua teori tersebut memandang manusia sebagai berikut:

Teori X (Tradisional)

Teori Y (Potensial)

Manusia pada dasarnya malas. Mereka memilih untuk tidak mau mengerjakan apa-apa

Manusia pada dasarnya aktif. Mereka merumuskan tujuan dan mengejar cita-cita.

Manusia bekerja untuk uang dan mengejar status.

Manusia mengejar kepuasan dalam kerja, bangga mencapai prestasi, terangsang tantangan baru dan lain-lain.

Agar manusia produktif harus ditakuti untuk dipecat atau dihukum.

Agar manusia produktif, mereka dirangsang untuk mencapai tujuan mereka sendiri dan tujuan organisasi.

Manusia adalah anak-anak yang tumbuh besar. Mereka tergantung pada pimpinan.

Manusia biasanya dewasa dalam pemikiran, punya tanggung jawab, dan kemampuan untuk memenuhi diri sendiri dan berdiri sendiri.

Orang mengharapkan dan tergantung. Pada atasan, mereka tidak mau berpikir untuk diri mereka sendiri.

Orang melihat dan merasa bahwa yang dibutuhkan dapat dicapainya sendiri.

Orang perlu diperintah, ditunjukkan dan dilatih dengan metoda yang tepat.

Orang yang mengerti dan paham tentang yang dikerjakan dapat meningkatkan dan memperbaiki metoda kerja mereka sendiri.

Orang perlu pengawasan ketat untuk bekerja baik dan menjauhkan kesalahan.

Orang perlu pengakuan bahwa mereka dihargai sebab tahu tanggung jawab dan bisa mengoreksi diri.

Orang hanya berminat terhadap kebutuhan sendiri.

Orang ingin memberi arti pada hidupnya dengan mengabdi pada masyarakat negara dan bangsa.

Orang perlu instruksi khusus tentang yang harus dikerjakan.

Orang ingin meningkatkan pengertian terhadap yang dilakukan dan lingkungannya.

Orang senang diperlakukan dengan hormat

Orang menghargai terhadap sesamanya.

Orang pada hakikatnya terkotak-kotak.

Orang pada hakikatnya terintegrasi antara bekerja dan mengisi waktu senggang (terluang).

Orang sulit berubah, mereka memilih tinggal pada situasi lama.

Orang pada hakikatnya jemu pada hal-hal yang monotone dan rutin. Mereka ingin menikmati pengalaman baru. Pada hakekatnya orang itu kreatif.

Kerja adalah primer dan harus dikerjakan. Orang dipilih dan dilatih untuk bekerja. Manusia harus mengabdi pekerjaan.

Orang ingin merealisasikan cita-citanya. Kerja harus dipolakan, diubah dan diabadikan untuk manusia.

Orang terbentuk karena keturunan. Setelah dewasa mereka merasa statis.

Orang selalu tumbuh dan berkembang. Tak pernah terlambat untuk belajar. Mereka menikmati pertambahan pengertian dan kesanggupan.

Orang perlu diilhami, didorong, atau ditarik untuk maju.

Orang perlu diberi kebebasan, diberikan semangat, diajak dan dibantu untuk maju.

Tipe manusia golongan X ini, melahirkan kepemimpinan otoriter (Authoriter Management), melaksanakan kepemimpinan otoriternya dengan dalih karena adanya bukti absensi yang meningkat, banyak kelambatan masuk kerja, mutu hasil kerja kurang baik dan tidak memuaskan, sikap kurang acuh terhadap pekerjaan dan sebagainya. Sedangkan tuntutan upah terus menerus meningkat dan banyak pembangkangan tugas dan kurang disiplin . Dari teori X manusia antara satu diantara unsur dan produksi selain produksi uang, material serta peralatan, yang semuanya harus dikendalikan oleh managemen.

Tipe manusia Y, menciptakan kepemimpinan demokratik yang memperhatikan tata laku (democratic & behavioral management) dan mendorong para pegawai bawahan ke arah pengembangan melalui pendidikan dan latihan pegawai dan berkomunikasi secara bai, menanamkan ukuran untuk kehidupan yang tinggi dan memberi motivasi. Teori Y menanamkan bahwa pekerjaan dapat menjadi suatu sumber motivasi bagi karyawan melalui perwujudan tujuan organisasi manajemen. Ada sementara yang beranggapan bahwa Teori Y adalah yang terbaik untuk memimpin bawahan. Sebaliknya ada yang berpendapat bahwa Teori X lebih tepat, dan menentang secara tajam terhadap Teori Y.

Tetapi suatu kenyataan bahwa para pemimpin dalam berbagai tingkat organisasi sesuai dengan gaya kepemimpinannya masing di dalam usaha untuk menggerakkan dan memotivasi bawahan mengembangkan kombinasi Teori X dan Teori Y.

Keuntungan Teori X:
- karyawan bekerja untuk memaksimalkan kebutuhan pribadi


Kelemahan Teori X:
- Karyawan malas
- berperasaan irrasional
- tidak mampu mengendalikan diri dan disiplin

Keuntungan Teori Y:
- pekerja menunjukkan kemampuan pengaturan diri
- tanggung jawab
- inisiatif tinggi
- pekerja akan lebih memotivasi diri dari kebutuhan pekerjaan


Kelemahan Teori Y:
apresiasi diri akan terhambat berkembang karena karyawan tidak selalu menuntut kepada perusahaan

Teori Empat Sistem dari Rensis Likert

Dengan mendasarkan pada adanya 2 macam perilaku, kepemimpinan, yaitu perilaku yang berorientasi pada tugas dan perilaku yang berorientasi pada orang, Rensis Likert membagi gaya kepemimpinan menjadi empat system, yaitu:

  1. Sistem 1 : Exploitative Authoritative (Otokritas Pemerasan).
  2. Sistem 2 : Benevolent Authoritative (Otokritas Bijak).
  3. Sistem 3 : Concultative Leadership (Kepemimpinan Konsultasi).
  4. Sistem 4 : Participative Group Leadership (Kepemimpinan Peran serta Kelompok).

Sistem 1 : Otokritas Pemerasan (exploitative atau Authoritative)

Merupakan gaya kepmimpinan yang menunjukkan bahwa segala masalah yang timbul dalam organisasi semata-matadiputuskan oleh pimpinan. Sebagaimana telah diuraikan di muka tentang cirri-ciri kepemimpinan otoriter, gaya otokritas pemerasan ini juga mengandung cirri-ciri wewenang mutlak, tidak ada perlimpahan wewenang, cenderung adanya paksaan, ancaman, hukuman, komunikasi satu arah dari pimpinan ke bawaha, perhatian lebih tinggi pada produksi, yang diutamakan tugas harus terlaksana dengn baik apapun cara yang ditempuh, tidak ada kepercayaan pada bawahan, tidak pernah ada perhatian terhadap gagasan dari bawahan.

Contoh :

    • Manajer menentukan semua keputusan yang bertalian dengan seluruh pekerja, dan memerintahkan semua bawahan untuk melaksanakannya.
    • Manajer menentukan semua standard bagaimana bawahan melakukan tugas.
    • Manajer memberikan ancaman dan hukuman kepada bawahan yang tidak berhasil melaksanakan tugas-tugas yang telah ditentukan.
    • Manajer kurang percaya terhadap bawahan dan sebaliknya bawahan tidak atau sedikit sekali terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
    • Atasan dan bawahan bekerja dalam suasana yang mencurigai.

Sistem 2 : Otokritas Bijak (Benevolent Authoritative)

Merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa sebagian besar masalah yang timbul dalam organisasi semata-mata diputuskan oleh pemimmpin. Sebenarnya gaya system ke 2 ini sama dengan gaya sistem 1, hanya dengan sedikit perbedaan bawahan diberikan kesempatan memberikan komentar terhadap perintah-perintah yang diberikan oleh pimpinan, dan para bawaha telah diberi sedikit kelonggaran untuk melaksanakan tugasnya tetapi masih sangat ditentukan batas-batasnya yang tegas, di samping itu juga harus melaksanakan tugas dengan prosedur ketat yang telah ditetapkan pimpinan, mulai ada kesempatan sedikit mengemukakan gagasan, pimpinan bersikap merendahkan diri pada bawahan, para bawahan berhati-hati jika berhubungan dengan pimpinan. Kadang-kadang sudah ada imbalan, sedikit komunikasi ke atas.

Contoh :

    • Manajer menyampaikan berbagai peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas atau perintah, dan sebaliknya para bawahan diberikan kebebasan untuk memberikan pendapatnya.
    • Bawahan diberikan kelonggaran atau fleksibilitas dalam melaksanakan tugas-tugas, tetapi dengan hati-hati diberi batasan serta berbagai prosedur.
    • Bawahan yang telah berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya diberikan hadiah atau penghargaan, di samping adanya sanksi-sanksi bagi mereka yang kurang berhasil, sebagai dorongan.

Sistem 3 : Kepemimpinan Konsultasi (consultive)

Merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa dalam menetapkan tujuan, memberikan perintah-perintah, dan membuat keputusan setelah berkonsultasi dengan bawahannya. Ada kepercayaan terhadap bawahan, bawahan sudah diberi kesempatan membuat keputusan dalam bidang tugasnya, keputusan-keputusan penting tetap berada di tangan pimpinan, dalam mendorong bawahan untuk bekerja bersungguh-sungguh lebih mengutamakan pemberian imbalan dari pada ancaman dan hukuman, bawahan merasa diberi kebebasan untuk berdiskusi dengan atasannya.

Contoh :

    • Manajer menentukan tujuan, dan mengemukakan berbagai ketentuan yang bersifat umum, sesudah melalui proses diskusi dengan para bawahan.
    • Bawahan dapat mengambil keputusan sendiri terhadap bagaimana melaksanakan tigas-tugasnya dalam batas-batas tertentu, sedang beberapa hal tertentu sepenuhnya menjadi keputusan atasan.
    • Penghargaan dan hukuman diberikan dalam rangka memberikan dorongan kepada bawahan.
    • Para bawahan merasa bebas untuk berdiskusi dengan atasan mengenai hal-hal yang bertalian tugas pekerjaannya.
    • Manajer mempunyai kepercayaan dan keyakinan kepada bawahan untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik.
    • Tercipta hubungan dua arah antara atasan dengan bawahan dengan baik.

Sistem 4 : Kepemimpinan Paraserta kelompok (Participative Management)

Merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa semua masalah yang timbul dalam organisasi dipecahkan bersama antara pimpinan dan para bawahan. Pimpinan sangat mempercayai bawahan, menghimpun dan menggunakan pendapat bawahan, menciptakan suasana kerja yang saling mendukung, timbul suasana saling menghormati antara pimpinan dan bawahan. Komunikasi berlangsung ke bawah ke atas, serta ke samping, hubungan persahabatan lebih mengutama daripada hubungan atasan bawahan.

Tentang kepemimpinan paraserta kelompok Agarwal mengemukakan bahwa “Likert adalah penganjur kuat dari jenis kepemimpinan ini. Hal itu didasarkan atas 4 asas: (1) Tumpang tindih kondisi kelompok struktur dengan tiap-tiap mata rantai kelompok kerja dengan sisa organisasi melalui garis hubungan: orang merupakan anggota lebih dari satu kelompok; (2) Hubungan pendukung; (3) Pembuatan keputusan kelompok dan metode pengawasan kelompok; serta (4) Prestasi tujuan yang tinggi.

Contoh :

    • Dalam rangka penentuan tujuan dan pengambilan keputusan ditentukan oleh kelompok/bersama.
    • Apabila pemimpin secara formal perlu mengambil keputusan, dilakukan setelah adanya saran dan pendapat bersama dari para bawahan.
    • Hubungan kerja sama antara atasan dan bawahan terjadi dalam suasna yang penuh persahabatan dan saling percaya-mempercayai.
    • Motivasi terhadap bawahan tidak hanya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan ekonomis, melainkan juga didasarkan atas pentingnya pengakuan peranan para bawahan dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.

Menurut pendapat Likert sistem 4 merupakan gaya kepemimpinan yang paling tepat untuk mencapai prestasi tinggi baik dalam produktivitas maupun dalam kepuasan kerja para pegawai. Dengan adanya paraserta dari para bawahan mereka merasa ikut memutuskan berbagai masalah yang timbul. Perasaan memutuskan menimbulkan akibat baik lebih lanjut yaitu mereka ikut bertanggung jawab untuk melaksanakan keputusan yang telah dibuat bersama.

Pendekatan 4 sistem menejemen Likert dikenal juga dengan sebutan kontinum Likert yang berawal dari titik ekstrim otokritas pemerasan diakhiri pada titik ekstrem paraserta kelompok, atau berawal dari titik ekstrem kepemimpinan terpusat pada atasan dan berakhir pada titik ekstrem kepemimpinan terpusat pada bawahan.

The Four System Theory Rensis Likert

Variabel Kepemimpinan

Sistem 1

Sistem 2

Sistem 3

Sistem 4

Kepercayaaan dan penghargaan pada bawahan

Tidak ada kepercayaan dan penghargaan pada bawahan.

Memiliki rasa rendah diri kepercayaan dan penghargaan, seperti tuan terhadap pelayan.

Kuat tetapi tidak lengkap dalam kepercayaan dan penghargaan; masih mengharapkan menguasai control keputusan.

Kepercayaan dan penghargaan lengkap untuk segala hal.

Perasaan kebebasan bawahan

Bawahan sama sekali tidak merasa bebas untuk berdiskusi tentang pekerjaan dengan atasannya.

Bawahan tidak merasa amat bebas untuk berdiskusi tentang pekerjaan dengan atasannya.

Bawahan agak merasa bebas untuk berdiskusi tentang pekerjaan dengan atasannya.

Bawahan merasa bebas sepenuhnya untuk berdiskusi tentang pekerjaan dengan atasannya.

Atasan mencari keterlibatan dengan bawahan

Jarang mengambil gagasan dan pendapat dari bawahan dalam pemecahan masalah.

Kadang-kadang mengambil gagasan dan pendapat bawahan dalam pemecahan masalah kerja.

Biasanya mengambil gagasan dan pendapat bawahan dan biasanya mencoba membuat berguna dengan memakai gagasan dan pendapat mereka.

Selain meminta bawahan untuk menyampaikan gagasan dan pendapat dan selalu mencoba membuat berguna dengan memakai gagasan dan pendapat mereka.

Dari uraian 4 sistem managemen ini terdapat adanya 2 sistem yang ekstrem yaitu system 1 dan system 4. Perbedaan antara kedua system ekstrem tersebut dikemukakan oleh James A.F.Stoner sebagai berikut:

Ciri

Sistem 1

Sistem 4

Proses kepemimpinan

Kepercayaan dan kerahasiaan atasan bawahan yang rendah. Bawahan tidak merasa bebas untuk mendekati atasan. Atasan tidak melibatkan bawahan dalam pemecahan masalah.

Kepercayaan dan kerahasiaan atasan bawahan yang tinggi. Bawahan mendiskusikan secara bebas pokok-pokok pekerjaan dengan atasan. Pimpinan selalu benar-benar melibatkan bawahan dalam memecahkan masalah.

Proses komunikasi

Aliran informasi terutama ke bawah. Atasan melakukan hal itu secara minimum dan bawahan mencurigainya. Komunikasi ke atas dibatasi dan tidak seksama. Hubungan mendatar dibatasi karena pertentangan dan kecurigaan antar bawahan secar psikologis ada jarak dan saling merasakan secara tidak seksama.

Informasi mengalir dengan bebas dan dengan tepat ke semua arah. Bawahan menerima menerima atau menanyakan dengan tulus komunikasi ke bawah. Atasan dan bawahan secara psikologis merupakan sahabat dan saling merasakan dengan seksama.

Proses saling pengaruh mempengaruhi

Saling pengaruh atasan bawahan yang terbatas ditandai oleh ketakutan dan rasa tidak percaya. Pengaruh yang terbatas oleh bawahan kecuali melalui saluran informal dan perkumpulan pekerja.

Saling pengaruh yang ramah serta luas, kepercayaan yang tinggi, dan kerahasiaan antara atasan dan bawahan. Pengaruh yang tinggi oleh bawahan secara langsung dan melalui perkumpulan pekerja.

Proses pembuatan keputusan

Keputusan dibuat oleh atasan dengan sedikit atau tanpa pengetahuan tentang masalah dari tingkat yang lebih rendah atau tanpa melibatkan bawahan.

Keputusan dibuat oleh peran serta kelompok dan biasanya konsensus dengan kesadaran tinggi tentang masalah dari tingkat yang lebih rendah.

Proses penentuan tujuan

Penetapan tujuan dengan perintah dari atasan.

Biasanya penetapan tujuan dengan peran serta kelompok.

Proses kontrol

Perhatian utama untuk pelaksanaan fungsi control dibatasi pada tingkat puncak.

Perhatian untuk pelaksanaan fungsi control dirasakan seluruh organisasi.

Akhirnya Likert mengemukakan kesimpulan bahwa organisasi yang tidak produktif disebabkan adanya kecenderungan pemimpin ke arah perilaku sistem I dan II. Sebaliknya produktivitas tinggi yang dapat dicapai oleh suatu organisasi, banyak ditentukan oleh adanya gaya kepemimpinan yang konsultatif atau partisipatif atau kepemimpinan sistem ke-IV.

Teori Leadership Continuum dari Tannenbaum and Schmidt

Robert Tannenbaum, Living R. Wischler, Fred Massarik mengemukakan definisi kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi pada suatu keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah tercapainya suatu tujuan-tujuan yang sudah ditetapkan.

Model Leadership Continuum merupakan hasil pemikiran Robbert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt. Seperti dikemukakan dalam perilaku atau disebut juga gaya pada hakikatnya merupakan tingkah laku pemimpin sampai seberapa jauh hubungannya dengan bawahan di dalam rangka pengambilan keputusan.

Menurut teori kontinum ada tujuh tingkatan hubungan pemimpin dengan bawahan:

  1. Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
  2. Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
  3. Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
  4. Pemimpin memberikan keputusan tentative, dan keputusan masih dapat diubah.
  5. Pemimpin memberikan problem dan minta saran pemecahannya kepada bawahan (consulting).
  6. Pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan.
  7. Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining).

Jadi, berdasrkan teori kontinum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari dua pandangan dasar :

  1. Berorientasi kepada pemimpin
  2. Berorientasi pada bawahan

Dan teori kontinum ini oleh Tannenbaum dan Schmidt dilukiskan dengan model atau gambar sebagai berikut :

Model atau gambar tersebut dapat diterangkan sebagai berikut:

  1. Semakin bergeser ke kanan, semakin meluas kebebasan bawahan, sehingga semakin nyata bawahan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Dan sebaliknya semakin sempit otoritas pemimpin. Jadi perilaku pemimpin berorientasi kepada bawahan atau disebut kepemimpinan yang bergaya demokratis.
  2. Semakin bergeser ke kiri, semakin meluas otoritas pemimpin. Sehingga semakin sempit atau semakin dibatasi kebebasan bawahan di dalam keterlibatan pengambilan keputusan. Jadi, perilaku pemimpin berorientasi kepada pemimpin atau dapat disebut pula kepemimpinan yang bergaya otoriter.

Referensi :

Sutarto. 1995. Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Wahjosumidjo. 1993. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Wexley, Kenneth N, dkk.1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Rneka Cipta.

Mannulang, M.2001. Manajemen Personalia. Yogyakarta: UGM

Sastrodiningrat.1999. Kapita Selekta Manajemen dan Kepemimpinan.Yogyakarta: IND-HILL-CO.

Sutarto.1995. Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta: UGM.

Wahyudiharto, Eko. (2009). Definisi Teori Perilaku Teori X dan Teori Y McGregor. http://s2.wahyudiharto.com/2009/01/resume-teori-xy.html

Anonim. (2008). X Y Behavior Theory Douglas Mc Gregor. http://www.scribd.com/doc/XY-Behavior-Theory-Douglas-Mc-Gregor.

Nursatyo. (2008). Gaya Kepemimpinan dan Model Gaya Kepemimpinan. http://nursatio.blogspot.com/handout-komunikasi-organisasi.html

Anonim. (2007). Teori X dan Teori Y - Douglas McGregor. http://blackice89.blogspot.com/2007/12/teori-x-dan-teori-y-douglas-mcgregor.html

Ismail, Ahmad. (2009). Pengantar Managemen. http://bahankuliah.blogsome.com/2009/01/03/pengantar-manajemen.html

Anonim. (2008). Rangkuman Mata Kuliah Pengantar Bisnis. http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php

Jurnal :

Peranan Transformational Leadership Untuk Mengurangi Konflik Dalam Hubungan Keagenan

Nur Fadjrih

Sekolah Ilmu Ekonomi Indonesia Surabaya

Agustus 2006

Determinan Kepemimpinan

Bob WawoRuntu

Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

Desember 2003

Model Kepemimpinan Efektif

I Gusti Ayu Manuati Dewi

Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana, Denpasar

Juli 2009

Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional dengan Kepuasan Kerja Karyawan

Marselius Sampe Tondok & Rita Andarika

Fakultas Psikologi, Universitas Bina Darma Palembang

Desember 2004

Kepemimpinan Pendidikan: Tinjauan terhadap Teori Sifat dan Tingkah Laku

Muh. Hizbul Muflihin

STAIN Purwokerto

April 2008

Hubungan Kepemimpinan, Budaya, Strategi, dan Kinerja: Pendekatan Konsep

Armanu Thoyib

Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang

Leadership

Teori X dan Teori Y dari Douglas Mc Gregor

Prof. Douglas Mc Gregor menyatakan bahwa jenis organisasi birokrasi yang dirumuskan oleh para teoritis klasik mencerminkan pandangan yang sangat naif terhadap manusia, yang ia beri nama teori X. Sehubungan dengan adanya orang yang memilki sifat buruk ditumbuhkan teori X dan sehubungan dengan adanya orang yang memilki sifat baik ditumbuhkan/ diciptakan teori Y.

Kemudian Mc Gregor mengusulkan suatu pandangan yang sama sekali berbeda mengenai sifat manusia, yang ia namakan Teori Y. Teori ini beranggapan bahwa bekerja merupakan kegiatan yang alami atau rekreasi.

Teori X dan Y yang dikemukakan oleh Mc Gregor sering disebut teori kepemimpinan mekanisme dan teori kepemimpinan humanistis. Berdasarkan teori tersebut ada dua macam asumsi pendekatan terhadap manusia.

Secara garis besar kedua teori tersebut memandang manusia sebagai berikut:

Teori X (Tradisional)

Teori Y (Potensial)

Manusia pada dasarnya malas. Mereka memilih untuk tidak mau mengerjakan apa-apa

Manusia pada dasarnya aktif. Mereka merumuskan tujuan dan mengejar cita-cita.

Manusia bekerja untuk uang dan mengejar status.

Manusia mengejar kepuasan dalam kerja, bangga mencapai prestasi, terangsang tantangan baru dan lain-lain.

Agar manusia produktif harus ditakuti untuk dipecat atau dihukum.

Agar manusia produktif, mereka dirangsang untuk mencapai tujuan mereka sendiri dan tujuan organisasi.

Manusia adalah anak-anak yang tumbuh besar. Mereka tergantung pada pimpinan.

Manusia biasanya dewasa dalam pemikiran, punya tanggung jawab, dan kemampuan untuk memenuhi diri sendiri dan berdiri sendiri.

Orang mengharapkan dan tergantung. Pada atasan, mereka tidak mau berpikir untuk diri mereka sendiri.

Orang melihat dan merasa bahwa yang dibutuhkan dapat dicapainya sendiri.

Orang perlu diperintah, ditunjukkan dan dilatih dengan metoda yang tepat.

Orang yang mengerti dan paham tentang yang dikerjakan dapat meningkatkan dan memperbaiki metoda kerja mereka sendiri.

Orang perlu pengawasan ketat untuk bekerja baik dan menjauhkan kesalahan.

Orang perlu pengakuan bahwa mereka dihargai sebab tahu tanggung jawab dan bisa mengoreksi diri.

Orang hanya berminat terhadap kebutuhan sendiri.

Orang ingin memberi arti pada hidupnya dengan mengabdi pada masyarakat negara dan bangsa.

Orang perlu instruksi khusus tentang yang harus dikerjakan.

Orang ingin meningkatkan pengertian terhadap yang dilakukan dan lingkungannya.

Orang senang diperlakukan dengan hormat

Orang menghargai terhadap sesamanya.

Orang pada hakikatnya terkotak-kotak.

Orang pada hakikatnya terintegrasi antara bekerja dan mengisi waktu senggang (terluang).

Orang sulit berubah, mereka memilih tinggal pada situasi lama.

Orang pada hakikatnya jemu pada hal-hal yang monotone dan rutin. Mereka ingin menikmati pengalaman baru. Pada hakekatnya orang itu kreatif.

Kerja adalah primer dan harus dikerjakan. Orang dipilih dan dilatih untuk bekerja. Manusia harus mengabdi pekerjaan.

Orang ingin merealisasikan cita-citanya. Kerja harus dipolakan, diubah dan diabadikan untuk manusia.

Orang terbentuk karena keturunan. Setelah dewasa mereka merasa statis.

Orang selalu tumbuh dan berkembang. Tak pernah terlambat untuk belajar. Mereka menikmati pertambahan pengertian dan kesanggupan.

Orang perlu diilhami, didorong, atau ditarik untuk maju.

Orang perlu diberi kebebasan, diberikan semangat, diajak dan dibantu untuk maju.

Tipe manusia golongan X ini, melahirkan kepemimpinan otoriter (Authoriter Management), melaksanakan kepemimpinan otoriternya dengan dalih karena adanya bukti absensi yang meningkat, banyak kelambatan masuk kerja, mutu hasil kerja kurang baik dan tidak memuaskan, sikap kurang acuh terhadap pekerjaan dan sebagainya. Sedangkan tuntutan upah terus menerus meningkat dan banyak pembangkangan tugas dan kurang disiplin . Dari teori X manusia antara satu diantara unsur dan produksi selain produksi uang, material serta peralatan, yang semuanya harus dikendalikan oleh managemen.

Tipe manusia Y, menciptakan kepemimpinan demokratik yang memperhatikan tata laku (democratic & behavioral management) dan mendorong para pegawai bawahan ke arah pengembangan melalui pendidikan dan latihan pegawai dan berkomunikasi secara bai, menanamkan ukuran untuk kehidupan yang tinggi dan memberi motivasi. Teori Y menanamkan bahwa pekerjaan dapat menjadi suatu sumber motivasi bagi karyawan melalui perwujudan tujuan organisasi manajemen. Ada sementara yang beranggapan bahwa Teori Y adalah yang terbaik untuk memimpin bawahan. Sebaliknya ada yang berpendapat bahwa Teori X lebih tepat, dan menentang secara tajam terhadap Teori Y.

Tetapi suatu kenyataan bahwa para pemimpin dalam berbagai tingkat organisasi sesuai dengan gaya kepemimpinannya masing di dalam usaha untuk menggerakkan dan memotivasi bawahan mengembangkan kombinasi Teori X dan Teori Y.

Keuntungan Teori X:
- karyawan bekerja untuk memaksimalkan kebutuhan pribadi


Kelemahan Teori X:
- Karyawan malas
- berperasaan irrasional
- tidak mampu mengendalikan diri dan disiplin

Keuntungan Teori Y:
- pekerja menunjukkan kemampuan pengaturan diri
- tanggung jawab
- inisiatif tinggi
- pekerja akan lebih memotivasi diri dari kebutuhan pekerjaan


Kelemahan Teori Y:
apresiasi diri akan terhambat berkembang karena karyawan tidak selalu menuntut kepada perusahaan

Teori Empat Sistem dari Rensis Likert

Dengan mendasarkan pada adanya 2 macam perilaku, kepemimpinan, yaitu perilaku yang berorientasi pada tugas dan perilaku yang berorientasi pada orang, Rensis Likert membagi gaya kepemimpinan menjadi empat system, yaitu:

  1. Sistem 1 : Exploitative Authoritative (Otokritas Pemerasan).
  2. Sistem 2 : Benevolent Authoritative (Otokritas Bijak).
  3. Sistem 3 : Concultative Leadership (Kepemimpinan Konsultasi).
  4. Sistem 4 : Participative Group Leadership (Kepemimpinan Peran serta Kelompok).

Sistem 1 : Otokritas Pemerasan (exploitative atau Authoritative)

Merupakan gaya kepmimpinan yang menunjukkan bahwa segala masalah yang timbul dalam organisasi semata-matadiputuskan oleh pimpinan. Sebagaimana telah diuraikan di muka tentang cirri-ciri kepemimpinan otoriter, gaya otokritas pemerasan ini juga mengandung cirri-ciri wewenang mutlak, tidak ada perlimpahan wewenang, cenderung adanya paksaan, ancaman, hukuman, komunikasi satu arah dari pimpinan ke bawaha, perhatian lebih tinggi pada produksi, yang diutamakan tugas harus terlaksana dengn baik apapun cara yang ditempuh, tidak ada kepercayaan pada bawahan, tidak pernah ada perhatian terhadap gagasan dari bawahan.

Contoh :

    • Manajer menentukan semua keputusan yang bertalian dengan seluruh pekerja, dan memerintahkan semua bawahan untuk melaksanakannya.
    • Manajer menentukan semua standard bagaimana bawahan melakukan tugas.
    • Manajer memberikan ancaman dan hukuman kepada bawahan yang tidak berhasil melaksanakan tugas-tugas yang telah ditentukan.
    • Manajer kurang percaya terhadap bawahan dan sebaliknya bawahan tidak atau sedikit sekali terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
    • Atasan dan bawahan bekerja dalam suasana yang mencurigai.

Sistem 2 : Otokritas Bijak (Benevolent Authoritative)

Merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa sebagian besar masalah yang timbul dalam organisasi semata-mata diputuskan oleh pemimmpin. Sebenarnya gaya system ke 2 ini sama dengan gaya sistem 1, hanya dengan sedikit perbedaan bawahan diberikan kesempatan memberikan komentar terhadap perintah-perintah yang diberikan oleh pimpinan, dan para bawaha telah diberi sedikit kelonggaran untuk melaksanakan tugasnya tetapi masih sangat ditentukan batas-batasnya yang tegas, di samping itu juga harus melaksanakan tugas dengan prosedur ketat yang telah ditetapkan pimpinan, mulai ada kesempatan sedikit mengemukakan gagasan, pimpinan bersikap merendahkan diri pada bawahan, para bawahan berhati-hati jika berhubungan dengan pimpinan. Kadang-kadang sudah ada imbalan, sedikit komunikasi ke atas.

Contoh :

    • Manajer menyampaikan berbagai peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas atau perintah, dan sebaliknya para bawahan diberikan kebebasan untuk memberikan pendapatnya.
    • Bawahan diberikan kelonggaran atau fleksibilitas dalam melaksanakan tugas-tugas, tetapi dengan hati-hati diberi batasan serta berbagai prosedur.
    • Bawahan yang telah berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya diberikan hadiah atau penghargaan, di samping adanya sanksi-sanksi bagi mereka yang kurang berhasil, sebagai dorongan.

Sistem 3 : Kepemimpinan Konsultasi (consultive)

Merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa dalam menetapkan tujuan, memberikan perintah-perintah, dan membuat keputusan setelah berkonsultasi dengan bawahannya. Ada kepercayaan terhadap bawahan, bawahan sudah diberi kesempatan membuat keputusan dalam bidang tugasnya, keputusan-keputusan penting tetap berada di tangan pimpinan, dalam mendorong bawahan untuk bekerja bersungguh-sungguh lebih mengutamakan pemberian imbalan dari pada ancaman dan hukuman, bawahan merasa diberi kebebasan untuk berdiskusi dengan atasannya.

Contoh :

    • Manajer menentukan tujuan, dan mengemukakan berbagai ketentuan yang bersifat umum, sesudah melalui proses diskusi dengan para bawahan.
    • Bawahan dapat mengambil keputusan sendiri terhadap bagaimana melaksanakan tigas-tugasnya dalam batas-batas tertentu, sedang beberapa hal tertentu sepenuhnya menjadi keputusan atasan.
    • Penghargaan dan hukuman diberikan dalam rangka memberikan dorongan kepada bawahan.
    • Para bawahan merasa bebas untuk berdiskusi dengan atasan mengenai hal-hal yang bertalian tugas pekerjaannya.
    • Manajer mempunyai kepercayaan dan keyakinan kepada bawahan untuk melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik.
    • Tercipta hubungan dua arah antara atasan dengan bawahan dengan baik.

Sistem 4 : Kepemimpinan Paraserta kelompok (Participative Management)

Merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa semua masalah yang timbul dalam organisasi dipecahkan bersama antara pimpinan dan para bawahan. Pimpinan sangat mempercayai bawahan, menghimpun dan menggunakan pendapat bawahan, menciptakan suasana kerja yang saling mendukung, timbul suasana saling menghormati antara pimpinan dan bawahan. Komunikasi berlangsung ke bawah ke atas, serta ke samping, hubungan persahabatan lebih mengutama daripada hubungan atasan bawahan.

Tentang kepemimpinan paraserta kelompok Agarwal mengemukakan bahwa “Likert adalah penganjur kuat dari jenis kepemimpinan ini. Hal itu didasarkan atas 4 asas: (1) Tumpang tindih kondisi kelompok struktur dengan tiap-tiap mata rantai kelompok kerja dengan sisa organisasi melalui garis hubungan: orang merupakan anggota lebih dari satu kelompok; (2) Hubungan pendukung; (3) Pembuatan keputusan kelompok dan metode pengawasan kelompok; serta (4) Prestasi tujuan yang tinggi.

Contoh :

    • Dalam rangka penentuan tujuan dan pengambilan keputusan ditentukan oleh kelompok/bersama.
    • Apabila pemimpin secara formal perlu mengambil keputusan, dilakukan setelah adanya saran dan pendapat bersama dari para bawahan.
    • Hubungan kerja sama antara atasan dan bawahan terjadi dalam suasna yang penuh persahabatan dan saling percaya-mempercayai.
    • Motivasi terhadap bawahan tidak hanya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan ekonomis, melainkan juga didasarkan atas pentingnya pengakuan peranan para bawahan dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.

Menurut pendapat Likert sistem 4 merupakan gaya kepemimpinan yang paling tepat untuk mencapai prestasi tinggi baik dalam produktivitas maupun dalam kepuasan kerja para pegawai. Dengan adanya paraserta dari para bawahan mereka merasa ikut memutuskan berbagai masalah yang timbul. Perasaan memutuskan menimbulkan akibat baik lebih lanjut yaitu mereka ikut bertanggung jawab untuk melaksanakan keputusan yang telah dibuat bersama.

Pendekatan 4 sistem menejemen Likert dikenal juga dengan sebutan kontinum Likert yang berawal dari titik ekstrim otokritas pemerasan diakhiri pada titik ekstrem paraserta kelompok, atau berawal dari titik ekstrem kepemimpinan terpusat pada atasan dan berakhir pada titik ekstrem kepemimpinan terpusat pada bawahan.

The Four System Theory Rensis Likert

Variabel Kepemimpinan

Sistem 1

Sistem 2

Sistem 3

Sistem 4

Kepercayaaan dan penghargaan pada bawahan

Tidak ada kepercayaan dan penghargaan pada bawahan.

Memiliki rasa rendah diri kepercayaan dan penghargaan, seperti tuan terhadap pelayan.

Kuat tetapi tidak lengkap dalam kepercayaan dan penghargaan; masih mengharapkan menguasai control keputusan.

Kepercayaan dan penghargaan lengkap untuk segala hal.

Perasaan kebebasan bawahan

Bawahan sama sekali tidak merasa bebas untuk berdiskusi tentang pekerjaan dengan atasannya.

Bawahan tidak merasa amat bebas untuk berdiskusi tentang pekerjaan dengan atasannya.

Bawahan agak merasa bebas untuk berdiskusi tentang pekerjaan dengan atasannya.

Bawahan merasa bebas sepenuhnya untuk berdiskusi tentang pekerjaan dengan atasannya.

Atasan mencari keterlibatan dengan bawahan

Jarang mengambil gagasan dan pendapat dari bawahan dalam pemecahan masalah.

Kadang-kadang mengambil gagasan dan pendapat bawahan dalam pemecahan masalah kerja.

Biasanya mengambil gagasan dan pendapat bawahan dan biasanya mencoba membuat berguna dengan memakai gagasan dan pendapat mereka.

Selain meminta bawahan untuk menyampaikan gagasan dan pendapat dan selalu mencoba membuat berguna dengan memakai gagasan dan pendapat mereka.

Dari uraian 4 sistem managemen ini terdapat adanya 2 sistem yang ekstrem yaitu system 1 dan system 4. Perbedaan antara kedua system ekstrem tersebut dikemukakan oleh James A.F.Stoner sebagai berikut:

Ciri

Sistem 1

Sistem 4

Proses kepemimpinan

Kepercayaan dan kerahasiaan atasan bawahan yang rendah. Bawahan tidak merasa bebas untuk mendekati atasan. Atasan tidak melibatkan bawahan dalam pemecahan masalah.

Kepercayaan dan kerahasiaan atasan bawahan yang tinggi. Bawahan mendiskusikan secara bebas pokok-pokok pekerjaan dengan atasan. Pimpinan selalu benar-benar melibatkan bawahan dalam memecahkan masalah.

Proses komunikasi

Aliran informasi terutama ke bawah. Atasan melakukan hal itu secara minimum dan bawahan mencurigainya. Komunikasi ke atas dibatasi dan tidak seksama. Hubungan mendatar dibatasi karena pertentangan dan kecurigaan antar bawahan secar psikologis ada jarak dan saling merasakan secara tidak seksama.

Informasi mengalir dengan bebas dan dengan tepat ke semua arah. Bawahan menerima menerima atau menanyakan dengan tulus komunikasi ke bawah. Atasan dan bawahan secara psikologis merupakan sahabat dan saling merasakan dengan seksama.

Proses saling pengaruh mempengaruhi

Saling pengaruh atasan bawahan yang terbatas ditandai oleh ketakutan dan rasa tidak percaya. Pengaruh yang terbatas oleh bawahan kecuali melalui saluran informal dan perkumpulan pekerja.

Saling pengaruh yang ramah serta luas, kepercayaan yang tinggi, dan kerahasiaan antara atasan dan bawahan. Pengaruh yang tinggi oleh bawahan secara langsung dan melalui perkumpulan pekerja.

Proses pembuatan keputusan

Keputusan dibuat oleh atasan dengan sedikit atau tanpa pengetahuan tentang masalah dari tingkat yang lebih rendah atau tanpa melibatkan bawahan.

Keputusan dibuat oleh peran serta kelompok dan biasanya konsensus dengan kesadaran tinggi tentang masalah dari tingkat yang lebih rendah.

Proses penentuan tujuan

Penetapan tujuan dengan perintah dari atasan.

Biasanya penetapan tujuan dengan peran serta kelompok.

Proses kontrol

Perhatian utama untuk pelaksanaan fungsi control dibatasi pada tingkat puncak.

Perhatian untuk pelaksanaan fungsi control dirasakan seluruh organisasi.

Akhirnya Likert mengemukakan kesimpulan bahwa organisasi yang tidak produktif disebabkan adanya kecenderungan pemimpin ke arah perilaku sistem I dan II. Sebaliknya produktivitas tinggi yang dapat dicapai oleh suatu organisasi, banyak ditentukan oleh adanya gaya kepemimpinan yang konsultatif atau partisipatif atau kepemimpinan sistem ke-IV.

Teori Leadership Continuum dari Tannenbaum and Schmidt

Robert Tannenbaum, Living R. Wischler, Fred Massarik mengemukakan definisi kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi pada suatu keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah tercapainya suatu tujuan-tujuan yang sudah ditetapkan.

Model Leadership Continuum merupakan hasil pemikiran Robbert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt. Seperti dikemukakan dalam perilaku atau disebut juga gaya pada hakikatnya merupakan tingkah laku pemimpin sampai seberapa jauh hubungannya dengan bawahan di dalam rangka pengambilan keputusan.

Menurut teori kontinum ada tujuh tingkatan hubungan pemimpin dengan bawahan:

  1. Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling).
  2. Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling).
  3. Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan.
  4. Pemimpin memberikan keputusan tentative, dan keputusan masih dapat diubah.
  5. Pemimpin memberikan problem dan minta saran pemecahannya kepada bawahan (consulting).
  6. Pemimpin menentukan batasan-batasan dan minta kelompok untuk membuat keputusan.
  7. Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan (joining).

Jadi, berdasrkan teori kontinum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari dua pandangan dasar :

  1. Berorientasi kepada pemimpin
  2. Berorientasi pada bawahan

Dan teori kontinum ini oleh Tannenbaum dan Schmidt dilukiskan dengan model atau gambar sebagai berikut :

Model atau gambar tersebut dapat diterangkan sebagai berikut:

  1. Semakin bergeser ke kanan, semakin meluas kebebasan bawahan, sehingga semakin nyata bawahan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Dan sebaliknya semakin sempit otoritas pemimpin. Jadi perilaku pemimpin berorientasi kepada bawahan atau disebut kepemimpinan yang bergaya demokratis.
  2. Semakin bergeser ke kiri, semakin meluas otoritas pemimpin. Sehingga semakin sempit atau semakin dibatasi kebebasan bawahan di dalam keterlibatan pengambilan keputusan. Jadi, perilaku pemimpin berorientasi kepada pemimpin atau dapat disebut pula kepemimpinan yang bergaya otoriter.




Referensi :

Sutarto. 1995. Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Wahjosumidjo. 1993. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Wexley, Kenneth N, dkk.1992. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Rneka Cipta.

Mannulang, M.2001. Manajemen Personalia. Yogyakarta: UGM

Sastrodiningrat.1999. Kapita Selekta Manajemen dan Kepemimpinan.Yogyakarta: IND-HILL-CO.

Sutarto.1995. Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta: UGM.

Wahyudiharto, Eko. (2009). Definisi Teori Perilaku Teori X dan Teori Y McGregor. http://s2.wahyudiharto.com/2009/01/resume-teori-xy.html

Anonim. (2008). X Y Behavior Theory Douglas Mc Gregor. http://www.scribd.com/doc/XY-Behavior-Theory-Douglas-Mc-Gregor.

Nursatyo. (2008). Gaya Kepemimpinan dan Model Gaya Kepemimpinan. http://nursatio.blogspot.com/handout-komunikasi-organisasi.html

Anonim. (2007). Teori X dan Teori Y - Douglas McGregor. http://blackice89.blogspot.com/2007/12/teori-x-dan-teori-y-douglas-mcgregor.html

Ismail, Ahmad. (2009). Pengantar Managemen. http://bahankuliah.blogsome.com/2009/01/03/pengantar-manajemen.html

Anonim. (2008). Rangkuman Mata Kuliah Pengantar Bisnis. http://pustaka.ut.ac.id/puslata/online.php

Jurnal :

Peranan Transformational Leadership Untuk Mengurangi Konflik Dalam Hubungan Keagenan

Nur Fadjrih

Sekolah Ilmu Ekonomi Indonesia Surabaya

Agustus 2006

Determinan Kepemimpinan

Bob WawoRuntu

Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

Desember 2003

Model Kepemimpinan Efektif

I Gusti Ayu Manuati Dewi

Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana, Denpasar

Juli 2009

Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional dengan Kepuasan Kerja Karyawan

Marselius Sampe Tondok & Rita Andarika

Fakultas Psikologi, Universitas Bina Darma Palembang

Desember 2004

Kepemimpinan Pendidikan: Tinjauan terhadap Teori Sifat dan Tingkah Laku

Muh. Hizbul Muflihin

STAIN Purwokerto

April 2008

Hubungan Kepemimpinan, Budaya, Strategi, dan Kinerja: Pendekatan Konsep

Armanu Thoyib

Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang