Senin, 09 November 2009

Motivasi

Teori Drive Reinforcement

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :

  1. Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
  2. Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.

Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif malar adalah mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap hari disambut dengan hangat oleh manajer.

Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat
digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada
kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan
berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh
persepsi tersebut.

Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa
kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi ekstrernal
dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar
diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh”

yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang
mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan
perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya
konsekwensi yang merugikan.

Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu
menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik
tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada
kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi
konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja
lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan
keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga
kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan
mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari.

Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat
berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman
akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan
sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat
pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat
tugas.

Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.

Terdapat empat konsep dasar yang perlu dipahami dengan jelas, yaitu:

1. Perangsang (drive)

Suatu keadaan yang timbul di dalam diri seseorang. Contoh: perangsang primer dan sekunder. Primer seperti lapar (tidak dapat dipelajari). Sekunder seperti rasa penasaran untuk hadir pada pembicaraan tinjauan balikan prestasi (yang dapat dipelajari).

2. Stimulus
Suatu petunjuk adanya peristiwa untuk tanggapan. Contoh: permintaan seorang supervisor adalah suatu stimulus untuk menyelesaikan pekerjaan, dan waktu pada jam dinding adalah suatu stimulus untuk bangun dan pergi ke pertemuan rapat komisi.

3. Tanggapan
Suatu hasil keprilakuan dari stimulus. Contoh: aktivitas dari orang yang bersangkutan, tanpa memandang apakah stimulus itu dapat diidentifiksasikan atau aktivitas tersebut dapat diamati.

4. Penguat
Suatu setiap obyek datau kejadian yang membantu meningkatkan atau mempertahankan kekuatan sebuah tanggapan. Contoh: pujian dari atasan, kenaikan gaji, dan alih ttugas ke pekerjaan yang diingkan.

Contoh implikasinya :

Salah satu Hotel Bintang Lima di Jakarta menerapkan Reinforcement kepada karyawan-karyawannya. Biasanya karyawan yang menunjukkan kinerja yang baik akan diberikan reward berupa bonus dan untuk karyawan yang telah bekerja lama di Hotel tersebut akan mendapatkan penghargaan best employee of the month dan bisa mendapatkan kenaikkan jabatan yang lebih tinggi dari jabatan sebelumnya. Selain itu karyawan yang menggantikan shift kerja karyawan lainnya yang tidak masuk juga akan mendapatkan upah. Disamping gaji yang diterima, reward-reward tersebut itulah yang diterima oleh seluruh karyawan Hotel tersebut. Selain itu punishment juga diterapkan, contohnya apabila karyawan Hotel tersebut menunjukkan kinerja yang tidak baik maka akan mendapatkan SP dari atasan.

Teori Harapan

Teori ini termasuk kedalam Teori – teori Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka.

Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.

Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229).

Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan itu.

Teori harapan ini didasarkan atas :

  1. Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku.
  2. Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai / martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap individu yang bersangkutan.
  3. Pertautan (Instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.

Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positif satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua.

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “Teori Harapan”.
Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang
ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa
tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya,
apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya
terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya.

Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.

Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia, teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.

Sejak dikembangkan oleh Vroom, teori harapan dikembangkan lebih lanjut oleh ahli lain, antara lain oleh Porter & Lawler. Dalam pembahasan teori harapan selanjutnya akan dikemukakan teori harapan yang dikembangkan oleh Lawler berdasarkan pengembangan lebih lanjut dari model dari Porter-Lawler (1968), sebagaimana disajikan oleh Siegel & Lane (1982).

Model teori harapan dari Lawler mengajukan empat asumsi:

  1. Orang mempunyai pilihan-pilihan antara berbagai hasil-keluaran yang secara potensial dapat mereka gunakan. Dengan perkataan lain, setiap hasil-keluaran alternatif mempunyai harkat (valence = V), yang mengacu pada ketertarikannya bagi seseorang. Hasil keluaran alternatif, juga disebut tujuan-tujuan pribadi (personal goals), dapat disadari atau tidak disadari oleh yang bersangkutan. Jika disadari, maknanya serupa dengan penetapan tujuan-tujuan. Jika tidak disadari, motivasi kerjanya lebih bercorak reaktif.
  2. Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (effort = E) mereka akan mengarah ke perilaku unjuk-kerja (performance = P) yang dituju. Ini diungkapkan sebagai harapan E-P.
  3. Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa hasil-hasil keluaran (outcomes = O) tertentu akan diperoleh setelah unjuk-kerja (P) mereka. Ini diungkapkan dalam rumusan harapan P-O.
  4. Dalam setiap situasi, tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan dengan tindakan-tindakan tadi yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan oleh harapan-harapan (E-P, dan P-O) dan pilihan-pilihan yang dipunyai orang pada saat itu.

Model harapan dari Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya motivasi seseorang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Indeks motivasi = jl {(E-P) x jml [(P-O)(V)]}

Menurut Lawler, faktor-faktor yang menentukan E-P (kemungkina besarnya upaya menyebabkan tercapainya unjuk-kerja yang diinginkan) ialah harga diri atau kepercayaan diri, pengalaman lampau dalam situasi serupa, situasi sekarang yang aktual, komunikasi (informasi dan persepsi) dari orang lain. Misalnya P, unjuk-kerja yang diinginkan adalah nilai A untuk mata ujian psikologi Industri. Kepercayaan diri Anda besar akan kemampuan menguasai mata pelajaran ini. Pengalaman yang lampau bahwa jumlah 20 jam diperlukan mempelajari bahan mata ujian yang diperkirakan sama ‘beratnya’. Lama ujian dua jam, sama dengan mata ujian lainnya. Persepsi orang lain terhadap Anda ialah bahwa Anda mampu menguasai bahan Psikologi Industri. Anda mempunyai pilihan untuk mencapai nilai A, B atau C. Jika ingin mencapai nilai A, maka Anda akan menyediakan waktu belajar selama 20 jam untuk mempelajari bahan Psikologi Industri.

Besar kecilnya harapan P-O (sebesar apa kemungkinannya untuk mendapatkan berbagai hasil-keluaran jika mencapai unjuk-kerja tertentu) juga ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu: pengalaman yang lalu dalam situasi yang serupa, ketertarikan dari hasil-keluaran, kepercayaan dalam kendali internal dalam melawan eksternal, harapan-harapan E-P, situasi aktual dan komunikasi dari orang lain. Tercapainya unjuk-kerja yang diinginkan tidak menyebabkan adanya kebutuhan yang dipenuhi. Tetapi dengan tercapainya unjuk-kerja tersebut akan terkait kemungkinan diperolehnya hasil-keluaran yang memenuhi atau gagal memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Misalnya dengan dicapainya nilai A untuk Psikologi Industri diharapkan akan diperoleh kepercayaan yang lebih besar dari orang lain (hasil keluaran yang positif), iri hati dari rekan-rekan seangkatan (hasil-keluaran yang negatif), peningkatan kemudahan dan kelancaran dalam studi, penambahan teman untuk belajar bersama, makin besar kemungkina untuk memperoleh promosi jabatan, dan sebagainya.

Komponen ketiga dari model Lawler ialah harkat atau valence (V) yang mencerminkan bagaimana perasaan Anda terhadap berbagai hasil-keluaran. Hasil-keluaran adalah positif, jika Anda lebih ingin mencapainya, negatif jika Anda tidak ingin mencapainya, dan netral, jika Anda tidak mempedulikan hasil-keluarannya. Harkat diungkapkan dalam angka dan berkisar antara +1 samapai -1. misalnya mendapat promosi jabatan mendapat harkat +0,9, sedangkan menimbulkan iri hati pada rekan seangkatan mungkin harkatnya -0,5.

Nadler & Lawler menyatakan bahwa terlepas dari teori VIE sebagaimana yang diutarakan para ahli lainnya, namun ternyata teori VIE menerima terlalu banyak dukungan empiis karena nilainya yang positif bagi organisasi. Secar khusus, teori ini memberikan beberapa implikasi yang jelas dan positif bagi manajer, dimana manajer hendaknya memperhatikan petunjuk sebagai berikut:

Menentukan mana penghargaan yang lebih penting para pegawai. Misalnya, kebanyakan manajer seringkali memandang bahwa pemberian gaji dan tunjangan yang tinggi sangat diinginkan pegawai, namun setelah dilakukan pnlitian dia terkejut karena hasilnya justru menunjukkan bahwa hal tersebut tidak terbukti. Demikian perlu dicatat bahwa keinginan para pegawai berbeda–beda, dan oleh karena itu mereka tidak memberikan respon dengan cara yang sama terhadap sistem insentif perusahaan. Mendefinisikan kinerja yang baik dengan menetapkan secara benar standar kuantitas dan kualitas kerja yang terukur.

Memastikan bahwa tujuan kinerja bersifat realistik, apabila pegawai tidak mencapai tujuan kinerja yang diharapkan, maka motivasi untuk bekerja pun menjadi rendah. Pegawai harus merasakan bahwa penghargaan yang diterima terasa adil. Tetapi sistem motivasi yang berdasarkan pada equity (keadilan) jangan dikacaukan dengan sistem yang berdasarkan equality (kesamaan), dimana seluruh pegawai diberikan dengan penghargaan yang sama dengan mengabaikan kualitas kerja dan hasil kerja masing – masing individu. Mengingat ada beberapa organisasi yang memiliki aturan kerja yang kaku dan sistem penghargaan yang mendorong para pekerja untuk mencapai hasil yang setinggi – tingginya, maka para manajer hendaknya merancang sistem penghargaan yang lebih fleksibel dan equitable.

Dengan kata lain motivasi, dalam teori harapan adalah keputusan untuk mencurahkan usaha. Nadler dan Lawler (1976) atas teori harapan menyarankan beberapa cara tertentu yang memungkinkan manejer dan organisasi menangani urusan mereka untuk memperoleh motivasi maksimal dari pegawai :

1. Pastikan jenis hasil atau ganjaran yang mempunyai nilai bagi pegawai

2. Definisikan secara cermat, dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dan diukur, apa yang dinginkan dari pegawai

3. Pastikan bahwa hasil tersebut dapat dicapai oleh pegawai

4. Kaitkan hasil yang dinginkan dengan tingkat kinerja yang di inginkan

5. Pastikan bahwa ganjaran cukup besar untuk memotivasi perilaku yang penting

6. Orang bekinerja tinggi harus menerima lebih banyak ganjaran yang diinginkan daripada orang yang berkinerja rendah

Contoh implikasinya :

Sebuah Restoran Seafood menginginkan namanya terkenal di kalangan restoran seafood di Jakarta. Harapan dari restoran tersebut salah satunya adalah banyaknya tamu-tamu yang datang untuk makan sehingga nama restoran itu terkenal. Kemudian dibuatlah suatu system kerja baru dengan pelayanan/serve yang lebih baik, dengan variasi masakan yang beragam dan harga yang terjangkau. Ini disebut Teori Harapan (Expectancy Theory).

Referensi:

Artikel

Ramkur. (2008). Motivasi : Teori Harapan. http://ramkur.blogspot.com/2008/05/teori-harapan.html

Sudrajat, Akhmad. (2008). Teori-Teori Motivasi. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/06/teori-teori-motivasi/

Anonim. (2009). Teori Harapan. http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-harapan-expectancy/

Anonim. (2007). Teori Harapan dan Motivasi. http://aaipoel.wordpress.com/2007/06/07/komunikasi-organisasi-dan-motivasi/

Iwan. (2008). Teori-Teori Motivasi. http://iwanps.wordpress.com/2008/04/17/teori-motivasi/

Newbie. (2009). Teori Harapan (Expectancy Theory). http://one.indoskripsi.com/artikel-skripsi-tentang/teori-harapan-expectancy-theory

Jurnal

Anonim

26 April 2007

Luforsa yang selalu tetap berusaha tabah dalam menjalani hidup ini

http://luforsa.multiply.com/journal/item/17

Yerkes, R.M. & Dodson, J.D

1908

The Relation of Strength of Stimulus to Rapidity of Habit-Formation

Journal of Comparative Neurology and Psychology, 18.

Ardyansah

5 April 2009

Pengaruh Partisipasi Dalam Penyusunan Anggaran dan Motivasi Terhadap Karyawan

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/akuntansi/pengaruh-partisipasi-dalam-penyusunan-anggaran-dan-motivasi-terhadap-karyawan

Buku

Uno, Amzah B. 2008. Teori Motivasi & Pengukurannya Kajian & Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar